Leon's Horor Stories
Tanggal : March 28, 2019 Jam : March 28, 2019
- Cerpen Karangan: Leon Lockhart
- Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Jepang
“CPAKK.. CPAKK…”
“ZAAA…”
Suara langkah kaki seseorang yang sedang berlari menuju ke sebuah halte untuk berteduh dari guyuran hujan yang tiba-tiba turun
“Wah… Kau juga mau berteduh dari hujan, ya.” Sapa seorang laki-laki bertopi pandora hitam itu kepada orang yang datang menghampirinya untuk berteduh di halte tersebut dari guyuran hujan. “Hujannya Turun tiba-tiba. Ayo, silahkan duduk di sini.” Tambah laki-laki bertopi pandora hitam ini sambil tersenyum tipis
“ZAAAA…”
Hujan pun bertambah deras dan angin pun bertambah kencang meniupi dahan pepohonan yang tumbuh di sekitar
“Hujannya sepertinya akan awet ya.” Ucap laki-laki bertopi pandora hitam ini yang dikenal dengan nama Leon. “Sebenarnya, saya sedang meneliti tentang legenda dan kisah-kisah misterius. Untuk mengisi waktu, maukah mendengarkan kisah ODANA-SAN??” Tanya Leon sambil membuka sebuah buku bersampul hitam.
“ZAAA!”
“Kisah ini diceritakan turun-temurun di daerah sekitar sini sejak zaman dulu. Kisah tentang makhluk dari dunia lain…” Ucap Leon yang sudah memulai ceritanya.
The Story Begins
“Yuuki-chan!” Teriak seorang wanita muda sambil melambaikan tangannya kearah seorang gadis yang baru saja keluar dari dalam bus.“Bibi! Nenek! Lama tak jumpa!” Teriak gadis ini juga yang dikenal dengan dengan nama Yuuki, ia pun segera menghampiri bibi dan neneknya.
“Sudah berapa lama sejak kamu terakhir menginap disini ya?” Tanya wanita muda ini yang ternyata bibinya.
“Hmm, mungkin sudah hampir 10 tahun lalu.” Jawab Yuuki sambil tersenyum lebar.
“Kak Yuuki!” Sapa seorang gadis kecil yang sedang bersembunyi di belakang ibunya.
“Shiro-chan! Wah! Lama nggak ketemu. Kamu sudah besar, ya!” Ucap Yuuki sambil tersenyum penuh kebahagiaan.
“Nah, Yuuki-chan bisa pakai kamar yang di dalam, ya.” Ucap bibinya sambil tersenyum.
“Baik!” Ucap Yuuki singkat.
Di dalam kamar
“Sudah lama juga nggak masuk ke kamar ini. Kalau nggak salah, dulu aku sering main disini…” Ucap Yuuki sambil meletakkan barang-barangnya.Selesai meletakkan barangnya, Yuuki pun berjalan mendekati sebuah meja belajar yang sudah tua. Perlahan ia membuka laci meja.
“Nggak berubah, sama dengan yang dulu, ya… AH!” Ucapnya sambil tersenyum namun tiba-tiba ia terkejut dan matanya pun langsung tertuju ke sebuah kertas yang berisikan sebuah gambar, gambar Yuuki dan neneknya. “Uwah! Gambar yang kubuat waktu kecil! Kangen, deh! Disimpan semua ya…” Ucap Yuuki sambil tersenyum sampai-sampai menutupi kedua matanya.
Namun tiba-tiba matanya tanpa disengaja tertuju ke sebuah gambar yang berada di pojokan kertas, gambar itu seperti setengah lingkaran dengan kedua mata di tengah-tengahnya dan semua tubuhnya berwarna hitam gelap kecuali kedua matanya.
“Yang di pojokan ini siapa…?” Tanya Yuuki pada dirinya sendiri sambil terus melihat gambar tersebut, karena di setiap kertas yang ia gambar selalu ada gambar aneh tersebut di pojokan kertasnya.
Di dapur
“Bukannya itu Odana-san” ucap nenek Yuuki sambil mencuci piring kotor.“Odana-san?” Ucap Yuuki yang penuh dengan tanda tanya.
“Makhluk dari dunia lain yang tinggal di daerah ini sejak dulu.” Ucap Neneknya lagi sambil terus mencuci piring. “Dia tinggal di dalam lemari atau di bawah kolong tempat tidur kadang-kadang di pojokan kamar. Tetapi, setelah beranjak dewasa, semua orang akan melupakan keberadaannya.” Tambah neneknya lagi dengan nada santai.
“Oh, iya. Yuuki-chan dulu sering cerita tentang Odana-san, kan?” Ucap Bibinya sambil membersihkan meja makan.
“Eh?” Itulah kira-kira jawaban yang bisa diberikan Yuuki, karena dia benar-benar bingung saat ini.
“Kamu sering cerita kalau kamu main sama Odana-san, kan.” Tambah bibinya lagi.
“Masa, sih… Aku baru dengar, lho?” Ucap Yuuki sambil meletakkan piring-piring ke dalam lemari.
“Yah, Odana-san pasti jadi kesepian, ya.” Ucap bibinya sambil tersenyum tipis.“Setelah beranjak dewasa, semua orang akan melupakan keberadaannya…” Ucapan neneknya tadi masih saja terus berputar di otak Yuuki.
“Jangan-jangan itu cuma cerita karangan supaya dapat perhatian orang dewasa.” Pikir Yuuki sambil berjalan membawa keranjang baju, hingga ia tidak sadar menginjak sebatang krayon dan membuatnya jatuh ke lantai.
“KYAAA?!”
“BRUUUKKK!”
“Kak Yuuki?!” Ucap Shiro yang kaget saat mendengar teriakkan Yuuki. “Maaf, gara-gara krayon Shiro…” Ucap Shiro sambil memunguti krayonnya.
“Nggak apa-apa, kok…” Ucap Yuuki sambil tersenyum.
“Shiro kasih plester, ya!” Ucap Shiro yang langsung menempelkan plester ke lutut Yuuki yang sedikit terluka.
“Maaf, justru aku yang mengganggu, padahal kamu lagi gambar…” Ucap Yuuki sambil mengelus kepala Shiro dan tanpa sengaja ia melihat gambarnya Shiro yang juga terdapat Odana-san di pojokan kertasnya.
“Shiro-chan, yang kamu gambar di pojokan kertas ini…” Ucap Yuuki sambil memandangi wajah Shiro.
“Ah itu, ya. Itu orang yang ada di pojokan kamar kak Yuuki!” Ucap Shiro polos sambil tersenyum.“ZAAA!”
Malam pun tiba dan hujan pun tiba-tiba turun dengan begitu derasnya.
“ZRAAK!”
Terlihat juga Yuuki yang sedang masuk kedalam kamarnya dan perlahan membukakan pintu.
“Meski Shiro ajak ngomong, sama sekali nggak mau jawab. Dia sembunyi didalam lemari.” Ucapan Shiro yang menghantui Yuuki, hingga disaat masuk ke dalam kamar mata Yuuki pun langsung tertuju ke lemari.
Perlahan ia mendekati lemari dan tangan kanannya pun telah siap untuk membukakan lemari tersebut dan…
“ZRAAAK!”
“Apaan, sih… Cuma lemari biasa…” Ucap Yuuki dengan kringat dingin yang masih mengalir di wajahnya. “Hah! Ada yang terukir di dinding lemari?” Ucapnya terkejut dan langsung membaca ukiran tersebut.
“JANJI PENTING! MESKI YUUKI SUDAH BESAR, YUUKI NGGAK AKAN MELUPAKAN ODANA-SAN!”Begitulah kira-kira ukiran di dinding lemari yang ternyata sebuah tulisan yang dibuat oleh Yuuki sewaktu ia masih kecil.
“Pantas saja aku merasa terkenang dengan lemari ini… Waktu aku kecil, saat kesepian karena tak ada yang memperhatikan, rasanya aku bermain di sini bersama seseorang… Dan seseorang itu ternyata Odana-san… Jadi selama ini Odana-san selalu di sini, menantiku kembali…” Pikir Yuuki waktu itu sambil duduk di kursi kayu yang berada dekat dengan meja belajar yang sudah tua di depan lemari kayu tua itu. “Meski begitu, aku malah sudah lupa soal janji itu… Maaf ya, Odana-san. Walaupun aku sudah besar dan tidak bisa melihat wujudmu lagi, aku tidak akan melupakanmu lagi…” Ucap Yuuki sambil melihat gambar Odana-san yang ia gambar waktu kecil.
Namun sepertinya Yuuki belum sampai habis membaca ukiran tersebut. Karena di bawahnya lagi masih terdapat ukiran yang bertuliskan.
“KALAU AKU MELUPAKAN ODANA-SAN, AKU JUGA AKAN JADI SEPERTI ODANA-SAN.”Begitulah tulisan ukiran terakhir tersebut dan tak lama keluarlah sebuah makhluk bermata besar dan bertubuh gelap dengan tangan yang memiliki kuku-kuku yang panjang menatap Yuuki dari balik pintu lemari.
“WUZZ!”
“Yuuki-chan? Tidak ada di kamar, ya? Aneh sekali. Pergi ke mana, ya?” Tanya bibinya pada diri sendiri saat melihat kamar Yuuki yang kosong tersebut.
“Mama… Kak Yuuki ada di kamar, kok.” Ucap Shiro sambil menunjukkan jari telunjuknya ke dalam kamar Yuuki.
“Aduh, jangan bicara ngawur! Sepertinya dia juga tidak pergi keluar. Coba kucari di luar!” Ucap bibinya yang langsung saja pergi. Sementara Shiro hanya berdiri diam menatap ke dalam kamar Yuuki.
“Kak Yuuki ada di situ, kok… Tuh, di pojok kamar.” Ucap Shiro sambil menatap pojok kamar Yuuki. Dan benar saja, disana ada Yuuki yang sedang duduk memeluk kedua kakinya dengan tubuh yang menjadi gelap dengan mata besar menatap Shiro.
THE STORY END“Wah… Hujannya sudah lumayan reda, ya.” Ucap Leon sambil menadahkan tangannya. “Saya permisi duluan. Terima kasih sudah mau mendengarkan cerita saya yang membosankan.” Ucap Leon sambil tersenyum dan langsung beranjak pergi dari tempat itu.
Omong-omong, apakah kamu juga memiliki sesuatu yang kamu lupakan?
Selesai
Cerpen Karangan: Leon Lockhart
Apa Komentarmu?
Sebuah Panggilan
Tanggal : Jam : March 28, 2019
- Cerpen Karangan: Rana Maheswari
- Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Misteri
Suara dentuman sepatu kets terdengar di sepanjang lorong yang sudah semakin sepi. Langit sudah semakin gelap. Matahari pun telah digantikan dengan kehadiran bulan. Langkah kaki itu semakin cepat hingga terhenti di depan sebuah gerbang yang cukup besar. Nathan mengeluarkan handphone-nya dan segera menekan tanda panggil. Suaranya samar ditutupi pintu gerbang yang ia buka perlahan.
“Halo? Than? Ada apa?” Tanya suara di ujung sana, Kevin.
“Gue baru pulang dari kampus, Vin. Lo lagi sibuk nggak?”
“Baru pulang? Lo abis ngapain?”
“Ya gitu, tugas numpuk. Lo bisa jemput gue nggak? Lo kan tahu mobil gue lagi di bengkel. Dan jam segini kendaraan udah nggak ada yang lewat.”
“Bisa, bisa. Lo tunggu di halte depan kampus lo, ya.”
“Oke, gue tunggu.” Nathan menutup panggilannya lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Langkahnya lebih pelan dari sebelumnya ketika dia berlari dari perpustakaan menuju gerbang kampusnya. Kini ia hanya menunggu kedatangan Kevin yang akan menjemputnya. Mata sayu itu perlahan tertutup. Dari raut wajahnya dapat disimpulkan bahwa ia sangat kelelahan. Tugas yang banyak sangat melelahkan ternyata.
Drttt.. Drrrtt..Nathan hampir saja tertidur jika ia tidak merasakan getaran dari handphone-nya. Matanya mengerjap beberapa kali lalu mulai membuka lock handphone-nya. Awalnya Nathan kira itu pesan dari Kevin atau operator. Ternyata bukan. Satu panggilan tidak terjawab. Ia ingat bahwa handphone-nya disilent, jadi ketika ada panggilan handphone itu hanya bergetar. Pikirannya kembali beralih ke nomor yang menghubunginya. Nomor itu tanpa nama. Ia membaca nomor itu berulang kali. Siapa tahu ia ingat nomor itu milik siapa. Nathan menyerah. Ia akan menekan tanda hapus untuk menghapus panggilan itu. Tapi niatannya berubah ketika nomor itu kembali menghubunginya. Tanpa kecurigaan sedikit pun, ia mengangkat panggilan itu.
“Halo?”
Beberapa detik terlewati namun hanya ada suara deru napas di sana. Orang itu tidak berkata apa pun. Napasnya memburu seperti baru saja mengikuti lomba lari maraton. “Halo? Ini siapa sih?” Nathan berdecak kesal. Matanya hanya mengabsen jalanan di depannya yang terlihat hampa. “Diam di sana..” Suara itu terdengar seperti ancaman di telinga Nathan. “Tetap di sana..” Suara itu kembali bicara. “Apa maksudmu?” Deru napas itu berubah menjadi tawa. Ia tertawa. “Apa-apaan ini? Sudah cukup. Tidak ada yang bisa dipermainkan lagi.” Nathan membentak suara di ujung sana.Tawa itu terdengar lagi lalu bergantian dengan deru napas yang tiada jelasnya. “Ada.”
Nathan mengernyitkan dahinya. Ini tidak lucu. “Kau ingin bermain? Carilah aku di sekitarmu.” Bersamaan dengan akhir kalimat itu, panggilan itu terputus. Tapi tunggu, Nathan ingat kata terakhir orang itu. Sangat tidak mungkin ada seseorang di sekitarnya terlebih lagi jalanan ini sangatlah sepi. Sebenarnya tempat apa ini? Matanya mengabsen seluruh pemandangan di depannya. Hanya ada jalanan kosong dengan semak belukar yang terlihat berantakan di pinggir jalan. Dan sebuah pohon besar di sisi jalan dan juga dipenuhi semak belukar. Ia terbiasa dengan pemandangan ini dan menurutnya tidak ada yang perlu ditakuti.
Suara dedaunan beradu kasar terdengar jelas oleh Nathan. Mata yang kini lembap itu menemukan sebuah objek di antara semak belukar. Tapi itu sulit terlihat karena di sana sangatlah gelap. Tidak, tidak mungkin. Objek itu berjalan. Itu seseorang. Apa itu orang yang baru saja menghubunginya? Tak bisa dipungkiri, kali ini Nathan sangat ketakutan. Handphone Nathan kembali berdering. Nomor itu lagi. Kali ini sudah tidak bisa dianggap main-main lagi. Dengan kasarnya Nathan mengangkat panggilan itu.“Sudah cukup!”
“Bukan. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku di belakangmu.”
Nomor itu terputus. Jangtung Nathan berdegup lebih kencang. Dengan sekuat keberaniannya ia menoleh ke belakangnya. Nihil. Tidak ada apa pun di belakangnya. Nathan bernapas lega kini. Namun ketika ia kembali menghadap ke depan, seorang pria berjubah hitam berdiri di depannya dengan tangan yang mengacung membawa sebilah pisau yang tajam sambil berkata.
“Aku di sini,”
Selesai
Cerpen Karangan: Rana Maheswari
Facebook: Rana Maheswari
Apa Komentarmu ?
Tubuhmu Membiru
Tanggal : Jam : March 28, 2019
- Cerpen Karangan: Tina Wiarsih
- Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Thriller (Aksi)
4 November, 3025
Suara-suara itu masih terdengar. Tidak sedikitpun membuat lamunanku buyar, justru membangkitkan hasratku yang besar, bergemuruh bagai suara tuntutan yang harus dibayar.
Aku berdiri di sini, di tepi jurang sambil memandang ke bawah. Melihat dia yang terbujur kaku dengan tubuh membiru, aku yakin dalam hitungan menit tubuh itu akan segera terkoyak, tak berwujud dan mengeluarkan darah yang banyak.
Beberapa jam sebelumnya, aku melihat dia tengah memandang hamparan hijau di hadapannya seperti yang aku lakukan saat ini. Rambutnya yang tergerai tersibak oleh angin. Pandangan matanya kosong, raganya tak bertenaga dan pikirannya melayang jauh entah ke mana. Tubuhnya tenang tapi tidak dengan jiwanya. Jantungnya berdegub kencang saat semakin lama suara itu semakin banyak, terdengar riuh dan bergemuruh.Pikirannya kalut. Wajahnya sempat terlihat frustasi dengan kedua tangannya menutup telinga dan matanya terpejam. Mungkin jengah mendengar suara-suara itu, suara raungan dan decakkan yang terkadang ditambah suara erangan. Tidak sepertiku, dia begitu lemah bahkan untuk melawan dirinya sendiri.
Kulihat dia menghirup nafas dalam, membuka matanya perlahan untuk mencari ketenangan. Wanita itu menoleh memandangku. Tertegun beberapa saat, tatapan matanya berubah nanar dan senyum tipis tersungging di bibirnya. Aku terkejut saat dia melepaskan tubuhnya menuju pelukan bumi, merentangkan tangan seolah bumi siap menangkapnya saat tiba. Tubuhnya terbang bebas, melayang ringan jauh di udara, mengubur suara raungan dengan mencari suara yang paling sunyi, berharap dia dapat menghentikan waktu dan memutarnya. Tidak lama suara benturan terdengan jelas di telingaku, suara seonggok daging yang menghantam benda keras. Aku berjalan menuju tepi jurang dan melihat dirinya terbujur kaku dengan tubuh bersimbah darah.
—Raungan itu tidak akan terjadi jika kegagalan tak pernah hadir. Kegagalan dalam sebuah eksperimen mengantarkan kami pada jurang bencana. Melakukan hal yang sangat fatal dengan mencoba menantang Tuhan, kami menjalankan eksperimen menghidupkan orang mati yang pernah dilakukan kepada seekor anjing tahun 1940 dan 2005. Namun yang terjadi adalah timbulnya makhluk-makhluk aneh yang lama-kelamaan semakin bertambah. Bermula hanya sepasang, makhluk itu menyerang manusia untuk dimatikan dan dihidupkan kembali dengan jiwa yang berbeda.
Pada mulanya sepasang manusia kami bunuh, darahnya dikuras dan diganti dengan oksigen dan larutan saline yang mengandung gula. Tiga jam kemudian kami mentransfusikan darah ke tubuh mereka. Setelah semua selesai, kami menyuntikan cairan stimulan ke dalam tubuh diikuti sengatan listrik. Tidak ada hal janggal pada hari pertama, mereka bangun kemudian membisu dan tatapan matanya kosong. Mereka lebih banyak tertidur dibanding terbangun, tidak ada aktivitas lain yang mereka lakukan selain duduk dan memandang nanar ke arah tembok. Seminggu kemudian kami kembali menyuntikan cairan stimulan dalam jumlah banyak agar jantung mereka lebih cepat bekerja. Kami memantau gerak-geriknya dalam sebuah monitor. Hasilnya cukup mengejutkan karena mereka mulai mampu mengelurkan suara dan bergerak, bahkan mereka sempat berjalan-jalan di sekitar ruangan.Namun hal janggal terjadi saat kami memberinya makan. Seluruh makanan yang diberikan tidak sekalipun di sentuhnya. Mereka lebih memilih menggigit bungkusnya kemudian membuangnya begitu saja. Masih tetap bungkam dan sesekali meraung. Lima hari kemudian mereka tidak tertangkap layar monitor. Berbagai panggilan diserukan agar mereka muncul. Namun yang terjadi tetap sama, mereka tidak tampak. Hal ini menimbulkan spekulasi jika mereka kabur. Maka, kami meminta salah satu petugas untuk mengecek ke dalam ruangan.
Alangkah terkejutnya saat sang petugas membuka pintu ruangan dan terlihat di layar monitor hal yang menakutkan, sepasang manusia itu muncul dan langsung menyergap. Mereka mencabik dan menggigit tubuhnya, mengeluarkan usus dan beberapa organ dalam. Semua petugas berlarian menyelamatkan diri, begitupun kami. Dalam sekejap sepasang manusia itu kabur dan menyerang siapa saja yang mereka lihat, menggigit dan mencabik dengan buas dan mata beringas. Semakin lama makhluk itu semakin bertambah dan terus berlari mengejar kami.
Semua petugas kabur demi menyelamatkan diri, namun sepertinya itu sia-sia karena makhluk itu lebih cepat mengejar. Beberapa kali kami diserang, makhkuk itu sempat mencakar lenganku sebelum akhirnya berhasil kabur dan menemukan tempat ini.—
Aku masih memperhatikan tubuhnya yang semakin lama semakin terkoyak, darah segar mengalir melalui kepala dan perutnya. Aku pun tersenyum melihat pemandangan itu, suara-suara semakin bergaung dan aku pun melompat. Terbang melayang seperti yang dia lakukan. Berbeda dengannya, aku berhasil mendarat tepat di samping tubuh wanita itu bersama para makhluk mengerikan lainnya.
“Bersama.” Ucapku. Aku pun tersenyum sebelum akhirnya mengikuti apa yang mereka lakukan, mencabik dan mengeluarkan isi perutnya dan menikmatinya.
Selesai
Cerpen Karangan: Tina Wiarsih
Blog: sangatbencicacing.blogspot.com
Apa Komentarmu?
Nastar I Love You
Tanggal : March 27, 2019 Jam : March 27, 2019
- Cerpen Karangan: A Hardiyanti Kahar
- Kategori: Cerpen Cinta
Kenny memandangi toples di meja. Semuanya ludes dimakan Maminya. Ternyata Mami Kenny baru saja menikmati Nastar.
“Itu Mami beli di mana?” tanya Kenny penasaran.
“Oh langganan Mami namanya Syifa Cake.”
Kenny memang nggak hafal nama toko kue. Karena Kenny sering nongkrong di kafe bersama teman-temannya.“Eh kuenya kan mau habis, beliin Mami ya?”
“What, bellin Mami?” ujar Kenny.
“Iya, alamatnya nanti minta sama supir.” Kenny kebingungan.
Kenny mengangguk terpaksa menuruti permintaan Maminya.
Keesokan harinya…
Hari minggu Kenny sudah pergi ke toko langganan Maminya. Otaknya menerka-nerka sesuatu. Kenapa Maminya doyan banget Nastar itu?
Setibanya di toko kue itu Kenny segera turun.
“Parkirnya jangan jauh-jauh!”
“Siip den!”
Kenny masuk ke dalam toko. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada macam-macam rak kue. Tidak ada Nastar, di mana kue tersebut. Salah seorang penjaga datang. Cewek berambut pendek dengan kacamatanya tersenyum.“Mbak pegawainya ya, Nastarnya mana?”
“Oh udah habis diborong Mas.”
“Masa nggak ada sisa sih Mbak.” Kenny tetap ngeyel.
“Gimana Mas pesan aja, nanti kuenya bisa diantar ke rumah.”
“Oke deh!” Kenny memberikan nomornya. Lalu pergi.
“Trus soal pegawai, saya itu bukan pegawainya Mas, tapi anak pemilik toko kue ini kebetulan Mama saya lagi di Bandung.” ujar cewek itu.
Kenny mengagah.
Apalagi tampang cewek ini culun abis. Kacamata dengan rambut pendek berponi. Pake celemek pula lagi aneh.
Kenny pulang ke rumahnya. Nyokapnya sudah ngomel-ngomel nggak jelas. Kenny sampai dimarahi habis-habissan.
“Kenny lho kok bisa kehabisan?”
“Iya Mi, tapi tenang aja Kenny udah ambil nomor hpnya kok biar bisa pesen.”
“Oke.” Maminya pergi ke atas untuk tidur. Kenny tidak habis pikir. Nastar telah membuat Maminya jatuh hati. Hingga menimbulkan kegilaan di rumahnya.Pagi-pagi Kenny sudah ke kampus. Ponselnya berdering. Nama ceweknya tertera di sana.
Kenny buru-buru mengangkatnya
“Kemarin kamu kok susah dihubungin, ke mana aja?” suara bawel Devi terdengar.
Belum sempat Kenny mengucapkan sapaan ‘Halo’ ataupun ‘Hai’ Kenny kesal setengah mati.
“Jadi gini kemarin aku tuh beliin Mami Nastar soalnya dia ngamuk terus.”
“Trus dapet??”
“Iya nggak sih sayang, soalnya Nastarnya habis udah diborong.”
Kenny menyetir sendiri. Mobilnya merem mendadak menabrak seorang pengendara motor bebek. Kenny pun membuka kacanya. “Sayang kenapa?” tanya Devi.
“Nanti kutelepon lagi, aku nabrak orang nih.”
Devi mematikan ponselnya.
“Nggak papa Mbak,”
“Nggak papa gimana Mas?” ucap cewek itu berdiri.
“Astaga elo?”
“Eh elo?” muka cewek itu berantakan.
Kacamatanya jatuh.
Dipungutnya kacamatanya.“Sorry soal kemarin lu juga sih tampangnya kayak Mbak-Mbak pegawai.”
“Ehm maaf.”
“Soal Nastar kita masih ada perjanjian,”
“Kebetulan nyokap masih dibandung, sementara resep Nastarnya di nyokap saya sih biasa bikin lidah-kucing, kue kacang, sama Kastengel, Putri salju yang lain aja deh.”
“Kenapa, kan banyak di google resepnya.” ucap Kenny.
keningnya berkerut. Samar-samar Kenny merasa perlu mencari tahu yang sebenarnya.
“Jadi dulu sih sempet bikin Nastar tau-tau ya adonannya cepet rapuh, trus gosong,”
“What anak penjual kue gagal bikin Nastar.”
Kenny menahan tawanya.
Kesal diejek. Cewek itu mengambil motornya. Kemudian pergi. Kenny nggak peduli. Lagipula toko kue di jakarta masih banyak. Kenny bisa mensearch digoogle maps.
“Dasar rese lu!”
Beberapa minggu kemudian…
Lebaran tinggal menghitung hari. Kue favorit Mami Kenny belum juga ditemukan. Sudah sepuluh gerai didatangi Kenny. Tidak ada satupun yang cocok dengan selera Maminya.
“Mami nggak suka, Nastarnya gak enak!”Kenny pusing. Hubungannya bersama Devi jadi terbengkalai cuma karna masalah Nastar. Akhirnya Kenny menyerah. Ia kembali menyambangi Syifa cake. Dilihatnya sosok anak pemilik itu.
Cewek itu melotot melebar.
“Eh… elo lagi, mau beli Nastar eh lebaran tinggal tiga minggu lagi ya hi.. hi…” cewek berponi itu nyegir.
“Kok lo tau sih lo mata-mata ya?”
“Idiih gila aja, saya juga gak kenal siapa situ.”
“Kenalin gue Kenny Austin, lo siapa?”
“Sa… saya… Nadira.” Kenny menjabat tangannya.
“Nastarnya masih ada?”
“Sisa satu sih mau,” seorang Ibu-Ibu hamil datang. Kelihatannya tuh Ibu pengen mesen Nastar.
Nadira lalu mendekati Ibu itu.
“Ini sisa satu ya Mbak, padahal saya ngidam berat sama Nastar.”
“Tapi Bu, maaf Mami saya juga ngidem kue yang sama gimana ya?”
“Aduh dek emang Maminya juga hamil apa?” tanya sang Ibu memengangi perutnya.
“Nggak sih.”“Kudu di cancel atuh, saya udah lama mau makan ini tapi kata anak saya yang laris dan enak cuma di sini atuh, kumaha?”
“Ya udah buat Ibu aja.” Nadira segera membungkusnya.
Kenny jengkel. Bisa-bisa kenal omel lagi. Nasip-nasip.
Di kampus Kenny duduk ditaman. Devi menghampirinya mukanya jutek. “Kamu batalin janji lagi ya udah kita putus aja kayaknya kita udah nggak sejalan lagi deh.”
“Maksud kamu apa sayang?”
Tak lama muncullah. Sosok pria jangkung, tinggi. Devi lalu memperkenalkannya. Wajahnya putih mirip artis-korea.
“Kenalin ini Gery, dia pacar baru aku.”
Kenny diam. Kemarahan memuncak diwajahnya. Gurat-gurat amarah bercampur.
Kenny memutuskan pergi. Tanpa berbicara apapun. “Dasar cewek nggak setia, harusnya lo tuh dengerin gue dulu, otak gue udah mumet gara-gara tuh kue Nastar.”
Kenny mengomel-ngomel.
Ponselnya berdering.
Cewek di toko kue itu menelponnya.
“Ya halo ada apa?” Kenny kelihatan kusut.
“Lu kenapa habis putus cinta.”“Kok lo banyak tau sih, mata-matain gue lagi.”
“Idiiih amit-amit deh, kan situ bukan teman saya, jadi nggak ada stalker-stalker segala ngerti.” ucap Nadira kesal.
“I’m Sorry!”
“Kalau mau Nastar ke sini aja Nyokap saya lagi buat tuh buruan, sebelum kebahabisan, buat lo semuanya spesial.”
Kenny berlari ketoko Syifa Cake. Ternyata memang benar. Kuenya baru saja dipanggang. Kenny extra cepat ke toko kue langanan Maminya sebelum diolemi lagi oleh sang Mami.
“Hm… baunya harum bener boleh gue coba nggak?”
“Nggak bisa ini bulan puasa, nanti aja pas buka.”
“Oh iya.”
Sang pemilik hanya bisa tertawa. Beberapa jam akhirnya kue telah matang. Tinggal menunggu dingin baru di toples. Selesai ditoples kue pun disusun rapi. Kenny mengambil kue miliknya misinya selesai. Kuenya pun di bawah pulang. Tapi sebelum itu Kenny pamit dulu sama pemiliknya.
“Hati-hati nak,”
“Iya Bu pasti!” Kenny kemudian menyalahkan mobilnya.Setibanya di rumah Kenny menemukan Maminya dimeja. Mukanya riang gembira mendapatkan Nastar kesukaannya. Dimakannya dimeja. Dipeluknya Kenny dengan erat. “Cocok ini buat Papi kamu, pas dia mudik ke sini.”
“Iya Mi.” Kenny mengangguk.
Setelah hari itu Kenny jadi nggak bisa tidur. Entah kenapa Kenny terus memikirkan anak penjual kue itu. Akhirnya Kenny putuskan kesana kembali. Setibanya disana Kenny melihat Nadira sedang menutup tokonya.
“Kenapa ditutup?”
“Saya mau mudik, ke Bandung.”
“Oh…” Kenny kaget. Hatinya seperti dicabik-cabik.
“Lu kenapa?”
“Ntar sampe di sana telepon gue awas lu.” ancam Kenny.
Nadira merasa aneh mendengarnya. Di bandung Nadira baru saja sampai. Nadira duduk dikursi kayu milik Tantenya. Ponselnya masih di tangan. Sepupunya sibuk menyapu lantai.
Tiba-tiba sepupunya menoleh ke arahnya. Setelah sapunya disimpan. “Teteh kenapa atuh?”
“Nggak Teteh cuma… cuma…”
“Cuma apa teh?”
“Nggak ada apa-apa.” ponselnya seketika berdering. Kenny menelponnya.Nadira mengangkatnya. Sepupunya agak kepo. Sepupunya duduk di sebelahnya sambil menguping. Nadira risih. Nadira putuskan menjauh dari sepupunya. Berdiri di dekat tembok luar.
“Eh elu dah tidur?”
“Belom lagi di luar teras.”
“Kenapa lu nggak telepon gue, gengsi ya?”
“Idiiih gak lah yau, saya cuma… cuma lupa.” Nadira berusaha menahan kegugupannya.
“Oh gitu ya!”
“Lu lebaran di mana?”
“Di jakarta bokap gue baru dateng dari luar negeri biasa tugas negara.”
“Trus Nastarnya?”
“Wah dia doyan banget ampe toplesnya ludes diganyang bokap.” ujar Kenny bersemangat.
“Udah malem nanti telepon lagi.” klik telpon berakhir.
Hari raya idul fitri telah tiba semua umat-muslim merayakan. Pagi-pagi Kenny berangkat ke masjid terdekat tuk sholat idul fitri. Hatinya resah. Diliriknya ponselnya.
Di tempat lain. Nadira bersuka cita bersama keluarganya di bandung. Hatinya diliputi resah. Entah mengapa? nama Kenny terlintas di benaknya.
“Kenapa bengong aja?”
“Siapa yang ngelamun ngaco lu Des?”
“Desi teh tau kalo diotak, Teteh itu ada nama siapa… siapa cowok yang nelepon waktu itu.” bisik Desi sok tahu.
Muka Nadira memerah. Sholat ied terus berjalan. Waktu demi waktu berputar. Nggak terasa sholat ied berakhir jua. Ceramah panjang udah didengar habis oleh anggota keluarga Nadira maupun Kenny.Ponselnya berbunyi. Ada sms…
“Aduh gimana ngomongnya nih, kayaknya gue udah kepincut ama anak penjual Nastarnya deh, Nastar I Love You berjalan. Waktu demi waktu berputar. Nggak terasa sholat ied berakhir jua. Ceramah panjang udah didengar habis oleh anggota keluarga Nadira maupun Kenny.
Ponselnya berbunyi. Ada sms…
“Aduh gimana ngomongnya nih, kayaknya gue udah kepincut ama anak penjual Nastarnya deh, Nastar I Love You.”
“Masa?” balas Nadira tersenyum.
“Iya suer… gak bo-ong gue, ini tuh dari hati paling dalam yang pernah gue ucappin sama cewek.”
“Iya saya tau, tapi ngomongnya gue mulu sih…”
“Trus apa dong, aku, kamu atau situ, atau saya.”
Nadira tertawa. Ucapan Kenny membuatnya tak bisa berkutik. Nadira membalasnya. “Hm… trus jadi lo mau gitu gue jadi pacar lo nggaklah yau.”
“Itu ngomongnya gue, gue, juga.” Nadira salah-tingkah dihadapan Kenny.
“Ya udah gue mau deh, tapi ijin dulu sama Nyokap gue.”
“Siiip!” Kenny tersenyum riang gembira. Sambil menyetir mobilnya. Maminya sudah curiga ini pasti ada hubungannya sama anak penjual kue yang diceritakannya Kenny tempo hari lalu.
Selesai
Cerpen Karangan: A. Hardiyanti Kahar (Titin)
Nama: A.Hardiyanti-Kahar
Umur: 20 Tahun
TTL: 27 April 04 1995
Agama: Islam
Hobby: Menulis cerita, ngerapp, nyanyi, nonton drakor, desain baju
Twitter: @arzkyrmdhnk
Idola penulis: Erisca Febriani, Tisa-Ts, Winna Efendy, Ilana-Tan, Charon, Lexie-Xu, Yerica-Eryana.
Apa Komentarmu?
sss
Entity (The Story Of Darkness)
Tanggal : Jam : March 27, 2019
- Cerpen Karangan: Erristhya Darmawan
- Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Suatu permukaan fana, dimana diriku terlahir. Terdapat sebuah ikatan suci yang dapat menutup segala keburukkan dimana keburukkan itu dapat merubah setiap ketenangan menjadi kehancuran yang maha dahsyat.
Langit kegelapan yang dipimpin oleh sang raja kegelapan Byllzard perlahan-lahan menggerogoti cahaya kehidupan di Zelfreays semakin lama semakin dahsyat dan kuat.
Zelfreays adalah tempat yang diciptakan oleh para penguasa alam yang menginginkan cahaya kedamaian dengan menggabungkan 3 inti alam yang membentuk ikatan maya bernama ENTITY. Entity mampu mengeluarkan kekuatan yang dapat mencegah sekaligus menghilangkan langit kegelapan.Suatu ketika, terjadilah kejadian yang sangat hebat dan dahsyat. Sang raja kegelapan Byllzard melakukan invasi untuk meruntuhkan Zelfreays, tetapi berkali-kali ia gagal untuk menembusnya, tidak sampai di situ Byllzard serta para pengikut melakukan kelicikkan-kelicikkan dengan menghasut warga Zelfreays untuk dapat masuk ke dalamnya. Hingga akhirnya Byllzard dapat merayu ketua pasukkan tempur tertinggi Zelfreays bernama Igor.Igor yang tanpa disadari oleh para penjaga dan penguasa Zelfreays telah berkhianat, dapat dengan mudah masuk ke dalam ruangan suci Entity. Tidak semudah yang Igor bayangkan, ternyata di dalam ruangan suci berdirilah sang penjaga alam hijau bernama Tundra. Tundra yang dapat melihat keburukkan pada diri Igor seketika itu pun berdiri tegap untuk melindungi entity dan ia pun mengatakan “kau memiliki kemunafikkan di dalam dirimu, lenyapkanlah sebelum dirimu menjadi sia-sia”.
Igor dengan sombongnya mengatakan “hahaha… Kau bilang munafik? Bukankah kalian para penguasa yang munafik? Aku Igor sang jendral perang akan menghancurkan entity dan mengembalikkan keseimbangan Zelfreays!”, Tundra membalas “kau tidak mengerti apa-apa tentang keseimbangan Zelfreays yang kami jaga ini!!”, “pergi dari ruangan ini, atau kulenyapkan kau dari sini!”, Igor pun menjawab perkataan Tundra “coba saja jika kau mampu melenyapkan aku!”Pertarungan Tundra dan Igorpun tak terhindarkan, mereka saling beradu kekuatan, hingga akhirnya Igor harus terlempar menghujam pilar-pilar ruangan suci entity. Tundra berbaik hati kembali untuk menyuruh Igor keluar dari ruangan suci “hei kau jendral perang yang perkasa, kau memiliki kekuatan yang sangat hebat, pegilah dari ruangan ini, aku tidak akan melenyapkanmu jika kau pergi dari sini sekarang dan berjanji untuk melenyapkan kemunafikkanmu.”
Tanpa disangka sang raja kegelapan Byllzard telah merasuk dan memberikan Igor kekuatan yang sangat besar dan mematikan. Igor yang telah dirasuki kekuatan kegelapan Byllzard pun berevolusi dan bertambah kuat, fisik dan kekuatannya setara dengan para penguasa Zelfreays.
Igor menggunakan kekuatan barunya untuk melawan Tundra sang penjaga alam hijau. Tundra yang hanya seorang diri manahan Igor dan kekuatan Byllzard ternyata tidak mampu menahan kekuatan kegelapan tersebut. Dan harus terpuruk di hadapan Igor.
Keributan di ruangan suci entity terasa dan terdengar hingga menggetarkan Zelfreays, Nuee sang ratu merah, dan Javotte sangan penguasa biru sontak terkejut dan segera bergegas menuju ruang suci.Sesampainya mereka di depan pintu ruang suci, mereka pun seketika terhempas dan terlempar karena ledakan energi yang dilakukan oleh Igor untuk menghancurkan entity.
Ruang suci entity luluh lantah, hancur seperti abu yang tertiup angin. Nuee dan Javotte yang tertunduk lemah karena ledakkan energi tadi hanya bisa terpana melihat Igor dengan kekuatan kegelapannya menggenggam potongan entity yang tersisa dari ledakan energi tersebut.
Nuee terbata-bata “I.. Igor apakah itu kau? Apa yang telah kau lakukan?”
Javotte dengan emosi “kau pengkhianat.. Igor, takkan aku maafkan kau!”
Igor tertawa terbahak-bahak “wuahahahaha… Kalian para penguasa bodoh, tidak akan bisa mengalahkan aku yang telah menghancurkan entity ini.. Wuahahaha”.
Saat bersamaan itu pun Byllzard datang dan memerintahkan Igor untuk kembali, “Hei Igor tidak ada gunanya kau melawan mereka berdua, kembalilah ke hadapanku dan kita akan mulai mengontrol dunia” Dengan tawa jahatnya Igor pun kembali pada Byllzard.Nuee dan Javotte terluka parah, serta Tundra menghilang ntah ke mana karena ledakkan tersebut, Zelfreays dalam keadaan kritis dan diambang kegelapan.
Nuee dan Javotte dengan sisa-sisa kekuatan yang mereka miliki berhasil membuat pelindung cahaya sementara untuk Zelfreays, serta merekapun mengumpulkan potensi-potensi cahaya untuk melawan kekuatan Byllzard.
Tahun demi tahun pun berlalu, pelindung cahaya lama kelamaan mulai lemah terkikis langit kegelapan. Zelfreays seperti hanya menunggu kehancuran, tetapi semangat dan perjuangan para potensi cahaya tidak pernah padam, bahkan potensi cahaya yang mereka miliki semakin lama semakin besar dan mampu menahan langit kegelapan Byllzard.
12 tahun yang lalu, Aku ditemukan Nuee di reruntuhan Zelfreays yang hancur karena ledakan entity, ia menyerahkanku kepada Dovi yang saat ini telah menjadi pemimpin squad S, pemilik potensi cahaya paling tinggi yang ditemukan Javotte penguasa biru. Menurut Nuee dan yang aku dengar dari Dovi (orang yang sudah aku anggap seperti ayahku sendiri) mereka bilang aku dapat menjadi harapan Zelfreays karena potensi cahaya yang aku miliki sangat tinggi, tetapi sampai saat ini aku masih tidak tau apa itu potensi cahaya, bahkan aku juga tidak paham apa kelebihan yang aku miliki.Aku saat ini berada di squad D pasukkan cahaya, squad yang paling rendah dalam pasukkan cahaya. Dalam squad D aku belajar mengeluarkan potensi yang aku miliki, tetapi sepertinya tidak berguna, sedikitpun tidak ada kemajuan dalam diriku, hanya menambah pertanyaan dalam diriku, untuk apa aku ada di sini? Bukankah aku seharusnya bersama orang-orang biasa yang hidup tanpa potensi cahaya? Apa yang para penguasa itu inginkan sebenarnya? Dan masih banyak lagi.
Hah!! Sudahlah aku pusing dengan segala macam pertanyaan itu, lebih baik aku jalani saja tanpa banyak bertanya.. Ha.. Ha.. Ha.Saat ini tugas utama dari pasukkan Zelfreays adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya pecahan entity yang telah dihancurkan Igor untuk dapat lebih mudah mengembalikan energi dari Entity. Entity dapat dikembalikan seperti sedia kala jika sisa-sisa pecahan entity dan seluruh element alam disatukan menurut Nuee dan Javotte. Terdengar mudah hanya mengumpulkan pecahan-pecahan Entity tersebut, tetapi faktanya para pasukkan harus melawan para monster kegelapan Byllzard yang dengan rata-rata kekuatan yang berada diatas normal kami para pasukkan Zelfreays. Mereka para monster kegelapan memiliki misi untuk melenyapkan pecahan Entity yang tersisa, agar Entity tidak dapat dikembalikan seperti semula.Tugas untuk mencari pecahan Entity diserahkan kepada squad S dan A, sedangkan squad B dan C bertugas menjaga tembok pertahanan sementara yang dibuat oleh Nuee dan Javotte, dan terakhir tempatku berada adalah squad D tempat para pemula yang hampir diragukan apakah mereka memiliki potensi cahaya atau tidak.. Hahaha.. Dan sekali lagi aku katakan, aku berada di dalamnya lho.
Inilah awal ceritaku, the Light keeper of Zelfreays, Ray Dillon.
Selesai
Cerpen Karangan: Erristhya Darmawan
Blog: erristhya2.blogspot.co.id
nama: erristhya darmawan
umur: 27
status: lajang
pekerjaan: IT networking
suka sesuatu yang berbeda dari orang lain
Apa Komentarmu?
sss
Yuki no Hime
Tanggal : Jam : March 27, 2019
- Cerpen karya : Nakushita Kotoba
- Genre Cerpen : Trailer
Putri Salju adalah tokoh dongeng yang sangat cantik, menawan, baik hati, dan tidak akan menjadi sosok yang berkebalikan dari itu. Sayangnya Putri Salju yang ini berbeda. Dia adalah sosok pembunuh. Dengan pedangnya, ia telah merenggut sekian banyak nyawa. Tanpa menunjukkan tanda-tanda perasaan iba atau ketidaktegaan. Wajahnya yang cantik hanya menunjukkan kekerasan hati.
Yuki no Hime, tidak ada yang menyebut dirinya dengan nama seperti dongeng. Shirayuki-hime dalam dongeng bukanlah Putri Salju yang akan mengangkat pedang dan membunuh seseorang. Yuki no Hime justru menebar rasa takut.
Aku tahu kenyataan itu. Salju bergulung-gulung menyebabkan badai. Ada sedikit ... tidak, aku akan jujur bahwa aku takut dengan kehadiran Yuki no Hime. Saat ini hanya aku sendirian di rumah, tidak ada siapa pun. Ayah dan Ibu pergi ke luar desa, aku sendiri tidak punya saudara. Yang bisa kuandalkan hanyalah diriku sendiri.
Pintu terasa mencekam. Aku takut. Yang bisa kulakukan hanyalah merapat pada dinding lemari. Walaupun aku sudah memegang busur dan anak panah, menyimpan pisau saku di pakaianku, aku belum berani menggunakannya. Dari celah beberapa mili, aku melihat perlahan-lahan pintu rumah menjadi es dan retak.
"Hawa dingin akan menghancurkan kehangatan. Pecahlah menjadi butiran es."
Aku bisa mendengar suara seorang wanita. Pintu yang telah menjadi es pecah, seperti bunyi dari suara itu. Dari badai salju, seorang wanita yang hanya memakai kimono pendek dan membawa pedang masuk. Yang membuatku semakin menjerit dalam hati adalah bahwa wanita itu telah bercipratkan darah.
Matanya memandang ke seisi rumah. Aku hanya bisa merapat, tidak berani lagi melihat. Dari lubuk hatiku yang paling dalam aku berdoa agar Yuki no Hime tidak menemukanku yang bersembunyi.
Aku mengingat Ayah dan Ibu dalam ketakutan.
"An, jadilah anak yang pemberani. Jangan takut dengan apa pun, ingatlah bahwa Tuhan selalu bersama orang-orang yang rajin beribadah pada-Nya"
Kata-kata Ayah merasuk dalam hatiku. Tuhan ... bantulah hati ini agar aku bisa kuat menghadapi cobaan-Mu. Aku telah belajar untuk mengenalmu, juga telah belajar menggunakan senjata yang aku simpan saat ini. Berikan aku keberanian untuk melawan, setidaknya aku mati dalam pembelaan.
"An, jadilah gadis yang baik. Tidak apa-apa jika tidak menjadi nomor satu untuk beberapa hal. Dengan bisa hidup dan menjalani dengan hati yang bersih, itu sudah cukup."
Apa aku telah menjadi anak yang baik? Apa aku telah cukup menaati apa kata-kata orangtuaku sendiri? Aku tidak tahu. Rasanya segala apa yang kulakukan belum cukup untuk mencapai surga jika nanti aku mati.
Tidak ada rasa takut lagi di hatiku akan Putri Salju, aku justru cemas dengan alam kematian. Kebaikan apa yang telah kuperbuat? Aku hanya berbuat onar, jahil pada teman-teman, hanya suka bermain, dan aku rasa aku memang jarang untuk berbuat kebaikan.
Tanpa aku sadari, pintu lemari telah dibuka.
"Shirayuki ...."
Wanita itu tidak bisa dibilang cantik saja, tapi begitu anggun. Kulitnya lebih benar-benar seputih salju. Rambutnya tidak sehitam gagak, tapi berwarna biru dan berantakan. Bola matanya seolah memperlihatkan tetesan darah, dia menatapku dengan tajam. Bibirnya juga tidak seperti buah apel, justru pucat.
Entah kenapa dia terlihat anggun. Cipratan darah yang membekas di tubuhnya justru menambah kesannya. Seketika itu aku menyebutnya seperti dongeng, walaupun dia sama sekali tidak mirip.
"Kau ...." suaranya yang lembut itu mulai berbicara padaku. "Kau hanya sendirian di sini?"
Aku mengangguk dalam diam. Tidak bisa berkata apa-apa begitu melihat Yuki no Hime. Dia tidak membunuhku ataupun seperti kisahnya. Wanita itu menjauh dariku, menatap lagi seisi rumah. Walaupun aku memegang busur dan dia diam saja, aku tidak bisa menggunakannya.
Mungkin karena dia sendiri tidak menyerangku.
Pandangannya kembali ke arahku. Membuatku berhenti bergerak lagi. "Namamu?"
"An-Anri ...."
Untuk hal-hal yang tidak kumengerti, aku menjawabnya. Wanita itu memberikan sebuah pengaruh hipnosis. Tenggorokanku tercekat, sebersit perasaan takut terselip dalam hatiku. Sebuah bayangan bahwa aku akan mati di tangannya mulai muncul. Padahal Yuki no Hime sama sekali tidak menggunakan pedangnya padaku.
Keinginan untuk memakai anak panah mulai mempengaruhi pemikiranku. Aku memposisikan anak panah itu di busur. Menyampingkan posisi tubuhku dan membuat jarak di kakiku. Secepat mungkin saat ia lengah aku langsung menarik anak panah dan mengarahkannya padanya.
======
Anak panah itu memang meluncur, tapi gerak parabolanya justru mengenai lantai tanah. Yuki no Hime hilang dari pandangan.
"Kau ... berpikir untuk membunuhku?"
Lagi-lagi leherku tercekik oleh perasaanku. Wanita itu, entah bagaimana sudah berada di belakangku. Leherku yang menoleh sedikit akibat refleks membuat mata kami berdua bertemu. Matanya, seolah memperlihatkan darah yang menetes.
"Aku hampir membunuh orangtuamu, tapi tidak jadi. Sepasang kekasih yang berada di tengah musim dingin sedang tengah mengkhawatirkan anak mereka yang bernama Anri yang sedang sendirian. SÃ at itu aku berpikir, mungkin jika sekalipun aku membunuh mereka, akan kubunuh mereka disaat yang sama. Karena dengan begitu tidak ada rasa penyesalan kematian mereka karena tidak sempat bertemu dengan keluarga mereka."
Tuhan ... Engkau telah memberikan kembali akal sehatku .... Terima kasih karena berkat diri-Mu aku akhirnya tahu melalui Yuki no Hime bahwa orangtuaku memikirkan tentang aku. Di tengah badai seperti ini, mereka justru memikirkan aku yang berada di rumah yang hangat. Padahal mereka ....
Aku tidak bisa menahan air mata lagi. Menangis sejadi-jadinya. Yuki no Hime mungkin memang benar-benar Shirayuki-hime yang baik hati. Seandainya hal itu benar, ada alasan bagi wanita itu untuk membunuh. Alasan mengapa wanita itu sanggup mengotori tangan dan membuah pedangnya berlumur darah.
"Yuki-hime, sebenarnya apa tujuanmu untuk membunuh?" aku kembali berdiri lagi. Melepas busurku dan mencoba untuk menatapnya tanpa rasa takut lagi. Tuhan ... tolong bantu aku. Agar aku tidak tersulut dengan rayuan setan dalam hatiku.
Wanita itu menyibakkan poninya yang berantakan. "Humn, aku ini pembunuh. Aku melakukan apa pun sesuai kehendak dalam hatiku, tidak ada alasan khusus." Dia kemudian mendekatkan wajahnya pada wajahku sehingga kami begitu dekat. Hela napasnya membuatku merinding. "Sebagian mungkin karena pengaruh iblis dalam diriku. Aku begitu tersulut. Namun, saat melihat orangtuamu yang sangat memikirkanmu, hatiku berubah."
Dia menyeramkan. Sangat menyeramkan. Aku bisa melihat sosok yang sangat mengerikan dalam dirinya. Andai saja dia bukanlah pembunuh, mungkin dia tidak akan semenyeramkan ini. Aku tidak tahu alasan lebih jauhnya. Tidak ada keberanian dalam diriku untuk menanyainya lagi. Dia menghela napas lagi, dekat sekali dengan telingaku sehingga aku merinding karenanya.
Berikutnya, aku merasakan rasa perih yang menusuk ginjalku.
Pisau saku yang sebelumnya aku simpan di kantong justru menusuk tubuhku. Tangan yang begitu putih seperti salju memegangnya dan mengendalikan pisau itu. Saat itu aku refleks untuk mendorongnya hingga jatuh, mengabaikan rasa yang begitu menyakitkan pada perut bagian kiri. Aku terlalu cepat diperdayai.
Yuki no Hime memang bukan tandinganku, justru ia kembali menyerangku dan aku dapat merasakan rasa sakit yang luar biasa, kali ini di dada kananku. Darah hangat keluar begitu saja dari tubuhku. Hanya dengan telapak tanganku, sangat tidaklah mungkin untuk menahan perdarahan yang terjadi.
"Saat melihat orangtuamu, aku memang sempat berubah. Tapi, aku telah memantapkan diri untuk segera membunuh orang yang ingin aku bunuh." Sebuah senyum yang menawan ditunjukkannya hingga aku merasa tegang. Hanya Tuhan yang bisa menolongku, tidak ada siapa-siapa lagi.
Tuhan ... aku akan memasrahkan diri untuk takdir apa yang menjemputku, nasib apa yang harus kujalani. Aku akan tetap bertarung, hingga mati. Tuhan, semoga seluruh bentuk pemujaanku padamu Engkau terima. Semoga aku bisa bertemu dengan orangtuaku di surga. Aku tidak akan takut mati.
Aku merebut pisau sakuku yang ia gunakan. Tanganku yang gemetar berusaha menusuknya. Kakiku yang mati rasa berusaha mengejarnya. Tidak banyak hak yang bisa kulihat karena semuanya memburam.Rasa sakit yang benar-benar menyusahkan membuatku tidak bisa lagi berbuat.
Diri-Mu lah Tuhan semesta alam dan tidak ada selain Engkau. Semoga aku dapat tidur dengan nyenyak dalam kuburku dan dapat bertemu lagi dengan mereka di surga.
Aku tidak takut lagi dengan kematianku.
Selesai
Yuk Dukung Penulis Dalam Menghasilkan Karyanya ^_^ Yuki no Hime shuumei.hirorin@gmail.com
Hai, tahu Nakushita Kotoba? Lagunya di ending Naruto, hehe. Tapi sayangnya saya pakai nama Nakushita Kotoba karena itu versi Jepang pemalsuan nama saya yang paling ajib. Lost Words. Panggil aja saya Kou-chan. Yuk kita bercengkrama! Kunjungi IG saya saja, @mahiroshuu
Apa Komentarmu?
You can edit this submission and view all your submissions easily.
sss
Cia dan Pia Mau Beli PS4
Tanggal : Jam : March 27, 2019
- Cerita Karangan : La Ziza
- Genre Cerpen : Lainnya
Cia dan Pia Mau Beli PS4
"Piaaaaaa! Ciiiaaaaa!" Sebuah teriakan menggelegar dari sebuah rumah di dalam komplek perumahan padat penduduk.
Teriakan itu membuat panik semua warga. Seketika, 8 unit mobil patroli polisi dan 4 unit mobil brimob lapis baja segera meluncur ke sumber teriakan.
"Maaf, maaf, tidak ada apa-apa sersan Rona." Pak Bayu meminta maaf pada sersan polisi yang baru saja datang untuk memastikan keadaan.
Dengan wajah dongkol, sersan Rona kembali melanjutkan patroli.
"Memangnya teriakanku keras ya?" Tanya ibu Dewi dengan wajah tanpa dosa pada suaminya. Pak Bayu hanya mengelus dada.
Di lantai dua, masih di dalam rumah yang sama. Dua orang gadis kecil berusia delapan tahun masih terlelap. Wajah mereka sangat mirip. Cia tidur dengan mulut menganga dan pose yang sangat brutal. Pia tidur dengan kaki menempel di pipi Cia dan kepala yang menggantung di tepi ranjang.
Pia terbangun dari mimpi buruk yang membuatnya panik, ia menendangkan kakinya.
Bruakk!
Cia pun terjatuh dari tempat tidur, Pia segera melihat keadaan kakaknya di bawah ranjang.
"Aw sakit." Rengek Cia sambil memegangi bagian belakang kepalanya.
Pia malah tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kakaknya yang malang.
"Dasar adik jahat!!" Pekik Cia kesal.
Pia masih tertawa terpingkal-pingkal ketika tanpa ia sadari bahwa Cia sudah tiba di sisi tempat tidur dengan niat jahat.
Bruakk!
Cia mendorong tubuh Pia hingga jatuh dari atas ranjang. Balas dendam sukses!
"Aw!" Pia histeris sambil memegangi pantat kecilnya yang baru saja beradu dengan ubin.
Cia dan Pia beradu pandang penuh aura membunuh. Memikirkan cara untuk saling membalas.
Sementara mereka bertarung.
Di ruang tamu, di mana Ibu Dewi dan Pak Bayu sedang menonton TV. Bu Dewi mengernyitkan dahi, sepertinya ia lupa akan sesuatu, tapi apa?
"Pa, sepertinya mama lupa sesuatu deh." Ujar Ibu Dewi pada suaminya.
"Lupa nyimpen uang? Paling di bawah bantal atau di dalam kloset." Pak bayu menjawab seadanya.
Bu Dewi menggeleng, "Bukan pa, kayaknya ini bukan uang, tapi…" Bu Dewi menghentikan ucapannya yang mendapat tatapan penuh tanya dari Pak Bayu.
"KITA KAN MAU KE RUMAH BIBI NENSY!! KOK LUPA SIH? ANAK-ANAK MANA LAGI?" Teriak Bu Dewi yang membuat Pak Bayu harus menutup telinganya menggunakan bantal sofa, kalau tidak ditutup begitu, telinganya bisa pecah.
Bu Dewi tidak mempedulikan keadaan suaminya, "Istri siapa sih ini? Bunuh tidak ya bunuh tidak ya?" Batin Pak Bayu.
Bu Dewi segera tiba di depan pintu kamar kedua putri kembarnya.
Tok… Tok…
"Sayang bangun, kita…" Ucapan Bu Dewi di potong oleh Pia.
"Emang sekarang jam berapa ma?"
"Jam setengah delapan sayang, sa…"
Lagi-lagi ucapan bu Dewi dipotong, kali ini oleh Cia.
"APAA???"
"Oke ma, tunggu kita di bawah." Ujar kedua putrinya serentak.
Bu Dewi senang karena kedua putrinya nampak bersemangat. Ia segera kembali ke ruang tengah.
Cia dan Pia berebut masuk ke kamar mandi.
"Kak Cia, Pia duluan mandi, awas ihh!" Ujar Pia sambil mendorong Cia.
"Ihh adik itu ngalah sama kakak, kamu yang awas!" Cia tidak mau mengalah.
Alhasil mereka berdua kembali berkelahi hebat. Namun tiba-tiba sersan Rona muncul entah dari mana, ia berkata "Mandi berdua saja, kalian kan anak-anak. Lagipula kalian ini saudara kembar." Sersan Rona kembali menghilang secara ajaib.
Pia dan Cia menghentikan perkelahian mereka, menebak-nebak ke mana orang tadi pergi. Namun mereka tidak mau terlalu lama ambil pusing. "Ide bagus om!" Mereka segera masuk ke dalam kamar mandi bersama-sama.
Tidak lama kemudian Cia dan Pia sudah selesai mempersiapkan diri dan segera turun ke ruang tengah dengan terburu-buru. Bu Dewi dan Pak Bayu yang melihat penampilan kedua putrinya langsung tertawa terbahak-bahak.
"Anak kamu tuh!" Ucap bu Dewi.
"Anak kamu!" Jawab pak Bayu.
"Kamu!"
"Kamu!"
"Kamu!"
"STOPP!!" Jerit Pia dan Cia kompak. "Kita anak sersan Rona! Ups, anak kalian!"
"Ah iya-ya." Ucap Pak Bayu sambil menggaruk kepalanya sendiri.
"Kalian ngapain pakai baju sekolah?" Tanya Bu Dewi yang masih menahan tawa.
"Lah kan sekolah ma?" Jawab Pia polos.
"Buahahahaha… Ini masih libur lebaran sayang! Kita kan mau ke rumah bibi Nensy." Jawab Bu Dewi mantap pada kedua putri kecilnya yang kebingungan.
"Ah, benar! Hari ini mama papa akan membelikan kita PS4!" Pia dan Cia ingat, mereka segera kembali ke dalam kamar untuk berganti pakaian.
Bu Dewi dan Pak Bayu saling bertatapan.
"Waduh, mereka masih ingat janji kita tahun lalu pa." Ujar Bu Dewi.
"Wah, PS4 itu kan barang yang mahal ma." Pak Bayu bergumam.
Akhirnya, Pak Bayu, Bu Dewi, Cia dan Pia berangkat lebih lambat dari yang seharusnya.
Pak Bayu beserta keluarga tiba di kediaman Bibi Nensy. Bibi Nensy yang mendengar deru mobil butut pun segera keluar dari dalam rumah dan berkacak pinggang. "Kenapa gak dateng besok aja sekalian!"
Dengan wajah datar Bu Dewi menjawab "Oke! Kami kembali lagi besok ya."
Bibi Nensy langsung menyeret Bu Dewi masuk ke dalam rumahnya.
"Aaa lihat Pia, bunganya cantik!" Cia menghampiri koleksi bunga dalam vas di ruang tengah.
"Aaa iya kak, lihat yang ini juga bagus!" Pia tak kalah antusias pada bunga-bunga itu.
Bibi Nensy, Pak Bayu dan Bu Dewi berbincang-bincang di halaman belakang. Topiknya tidak jauh-jauh dari dunia gosip selebriti.
Cia dan Pia asik bermain dengan koleksi bunga di ruang tengah.
Mbok Ade muncul dari dapur. "Halo non Cia, non Pia."
"Halo mbok!" Jawab Cia dan Pia kompak.
"Mbok Ade kenapa gak mudik?" Tanya Cia.
"Apa boleh buat non, wong saya tidak dapat jatah cuti karena nilai matematika saya merah." Jawab mbok Ade sedih.
"Mbok Ade kan pembantu, kok punya nilai matematika?" Pia bingung.
Mbok Ade menggelengkan kepalanya, "lagian mau mudik ke mana? Mbok Ade kan rumahnya di belakang komplek!" Mbok Ade tertawa sendiri.
Pia dan Cia saling bertatapan tak mengerti.
"Mbok Ade kita mau main!" Usul Cia.
"Main apa non? Lego? Jangan berantem tapi ya." Mbok Ade memberi syarat.
Pia dan Cia menganggukkan kepala.
Mbok Ade segera mengambil setumpuk lego dari atas lemari dan meletakkannya di meja. Pia dan Cia bermain dengak akrab.
"Aku maunya buat gedung!" Seru Cia sambil melindungi lego yang sudah tersusun setengah jalan.
"Aku maunya istana!" Pia menentang usul kakaknya.
"Gedung!"
"Istana!"
"Gedung!"
"Istana!"
Pia dan Cia berkelahi hebat, jambak-jambakan, cakar-cakaran, tabok-tabokan. Mbok Ade yang melihat pertarungan dua bocah ajaib itu hanya bisa menghela nafas. "Mendingan nih ya saya disuruh nyapu dan ngepel istana plus gedung sekaligus, daripada harus meladeni dua bocah jelmaan iblis ini." Batin mbok Ade.
Mbok Ade pun berkali-kali mencoba memisahkan kedua anak itu tapi tidak pernah berhasil, sampai akhirnya mbok Ade putus asa.
Tapi mbok Ade menemukan cara, ia segera menempatkan dirinya di tengah-tengah, di antara Cia dan Pia. Mbok Ade tersenyum senang karena tubuhnya memisahkan posisi Cia dan Pia. Sayangnya itu tidak bertahan lama, Pia dan Cia menginjak kaki mbok Ade, Pia kaki kanan dan Cia kaki kiri. Mereka dengan kompaknya menginjak kaki mbok Ade sekuat tenaga.
"Tolong… Tolong saya disakiti, ini KDRT! Tolong panggil polisi!" Teriak mbok Ade histeris.
"Ada apa ini?" Bibi Nensy muncul.
"Tolong nyonya, sakit!" Mmbok Ade merintih penuh derita.
Bibi Nensy melihat Pia dan Cia yang sedang memukuli mbok Adek penuh semangat. "Ayo Cia! Pia semangat! Jambak!" Bibi Nensy bersorak-sorai.
8 menit kemudian pertikaianpun berakhir. Pia dan Cia kelelahan. Bibi Nensy kecewa karena pertunjukan kesukaannya berakhir. Mbok Ade pergi dibawa Ambulan menuju rumah sakit terdekat untuk segera dioperasi, sepertinya ia kena serangan jantung.
Bibi Nensy menggiring dua bocah itu ke halaman belakang, berusaha mengambalikan mereka pada orangtuanya.
"Pia, Cia," Bibi Nensy membisik.
"Iya? Mau kasih THR kah?" Tanya si kembar kompak.
Bibi Nensy mendecak sebal, lalu berkata "Ya, karena kalian udah buat pertunjukan seru. Ini bibi kasih THR." Bibi Nensy menyodorkan dua buah amplop bergambar hello kitty pada Pia dan Cia.
Pia dan Cia berteriak kegirangan. "Terima kasih bibi!" Namun ekspresi wajah kedua bocah ini segera berubah asam ketika membuka isi amplop yang ternyata hanya satu lembar uang dua ribu rupiah.
"Sudah kuduga." Gumam Pia.
"Nenek sihir ini memang pelit." Tambah Cia.
Bibi Nensy tersenyum iblis. "Oh iya! Tadi mama dan papa kamu bilang ke bibi kalau kalian mau dibelikan PS4 tapi mereka enggak tau kalian suka atau tidak."
"Hah serius ma? Pa?" Tanya Pia dan Cia penuh harap.
Pak Bayu dan Bu Dewi tersedak. Bu Dewi menatap bibi Nensy dengan tatapan tajam penuh aura membunuh. Bibi Nensy hanya menanggapinya dengan senyum yang santai.
"Habislah kalian," Batin bu Nensy.
Kedua gadis kembari itu terlalu bersemangat, membuat Pak Bayu dan Bu Dewi menyerah. Mereka sekeluarga segera meninggalkan rumah Bibi Nensy untuk menuju toko game.
Di area sebuah mall yang besar.
Keluarga bahagia itu tiba di sebuah toko game yang di pintunya terpasang tulisan CLOSED. Cia dan Pia langsung berlari ke area playstation. Mereka sibuk memilih model terbaru dari PS4.
Pak Bayu dan Bu Dewi berjalan dengan malas menyusul anak-anaknya.
Pak Bayu terkejut ketika melihat sang pedagang PS ternyata adalah orang yang sangat familiar baginya.
"Loh? Bukankah kau Sersan Rona? Kenapa polisi ada di sini?" Tanya pak Bayu heran.
"Wah pak polisi! Apa kabar pak!" Sapa Bu Dewi sambil memukul bahu sersan Rona.
"Wah iya pak polisi akakakak bapak dipecat ya?" Tanya Cia polos.
"Ssst… Kalian diam. Saya sedang menyamar. Apa kalian tidak lihat bahwa toko ini sedang tutup? Kenapa menerobos masuk begini?" Sersan Rona kesal.
Bu Dewi tidak menggubris perkataan Sersan Rona. Sersar Rona mengerti betul maksud dan tujuan orang ini.
"Ya sudah, mau PS yang mana? Cepat! Saya sedang mengintai teroris. Ayo cepat yang mana?" Sersan Rona mulai gelisah.
Bu Dewi tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini, Ia langsung mengambil kesempatan. "Menyamar? Hmm… PS4 Ini setengah harga kan?"
Sersan Rona mendelik tajam "Tentu saja tidak! Tidak ada diskon!"
"Ah PAK SER…" Bu Dewi sengaja meninggikan suaranya, namun terhenti karena sersan Rona menyumpal mulut Bu Dewi menggunakan stik PS.
Cia dan Pia menarik-narik celana Sersan Rona.
"Bongkar nih pak!" Ancam Pia.
"Hm! Bongkar! Bongkar! Bongkar!" Tambah Cia meyakinkan.
"Sial, mereka mengambil keuntungan dari keadaanku. Jika aku mempertahankan harga, kemungkinan dua bocah kembar ini akan berteriak untuk membongkar penyamaranku dan buronan itu bisa lolos. Cih, keluarga ini jauh lebih merepotkan daripada menangani teroris yang membawa bom ke dalam mall ini." Batin Sersan Rona.
"Ya sudah iya setengah harga. Sudah cepat ambil dan pergi dari sini!"
Keluarga bahagia itu pun tersenyum lebar penuh kemenangan.
Cia dan Pia keluar dari toko PS sambil menggendong sebuah dus game besar penuh suka cita. Bu Dewi dan Pak Bayu tidak kalah senang.
Selesai
Yuk Kenalan sama Penulis ^_^ La Ziza »» Nurulazzh0601@gmail.com
Haii, kenalin, aku Azizah, panggil aja Zizi! Aku suka menulis cerita apa saja, dan aku juga suka menulis cerita tentang kita, hahah. Jadi, salam kenal!^^Te amo^^ kenal aku lebih lanjut di akun wattpad ku : Kanzakimiki34, dadahh!!^^
Apa Komentarmu?
You can edit this submission and view all your submissions easily.
sss
Parodi Rengasdengklok
Tanggal : Jam : March 27, 2019
- Cerpen Karangan: Hadi Trimulyono
- Kategori: Cerpen Lucu (Humor), Cerpen Sejarah
Pada tanggal 15 Agustus 1945, setelah para pemuda mencapai mufakat di sebuah lembaga bakteriologi, mereka menemui Ir. Soekarno untuk mendapat persetujuan resmi. Dengan rasa percaya diri dan optimisme setinggi langit, mereka yakin bahwa kesepakatan mereka akan disetujui oleh Pak Karno. Seperti kebanyakan pemuda pada umumnya, keahlian merayu mereka digunakan untuk membuka hati beliau yang memandang mereka dengan mata sinis.
“Tidak!” tolak Pak Karno menggelengkan kepala.
“Kita tidak boleh membiarkan pihak lain ikut campur kan Pak?” tanya seorang pemuda.
“Tidak!” tolak beliau.
“Apa Bapak tidak suka terhadap negara orisinil?” tanya pemuda lain.
“Tidak!” tolak beliau lagi.
“Tolong jelaskan alasannya Pak!” kata seorang pemuda lainnya. Pak Karno menghela nafas, bersiap menjelaskan apa yang sedang beliau pikirkan.“Kita bisa sukses karena ada yang mendidik kita. Entah itu didikan baik atau buruk, kita menjadi berhasil karena mereka. Meski PPKI dibuat oleh negara yang telah menindas bangsa kita, tapi berkat mereka juga kita bisa tahu arti “merdeka” yang sebenarnya. Anggap saja mereka itu orangtua yang buruk. Dari keburukan mereka, kita bisa belajar menjauhi keburukan yang mereka miliki dan belajar menjadi lebih baik.” kata Pak Karno panjang lebar.
“Tapi Pak! Mereka adalah bangsa asing. Kita tidak boleh melibatkan mereka dalam Kemerdekaan karena merekalah yang telah membuat kita sengsara. Kita merdeka karena tangan kita sendiri Pak! Bukan bantuan orang lain. Bagaimana nanti anak cucu kita jika malah salah kaprah kalau merekalah (Jepang) yang telah memerdekakan negara kita?” sanggah seorang pemuda berkacamata dengan nama Wikana.“Asal kalian tahu. Kita harus menjaga sopan santun terhadap bangsa lain. Entah mereka baik atau pun jahat, tetap kita hormati. Apakah keramahan kita yang terkenal sudah memudar? Aku yakin kita tidak ingin mendengar keburukan tentang bangsa kita.” jelas Pak Karno.
“Tapi mereka main-main sama kita! Jujur saja, aku ingin menembaki mereka (Orang Jepang) dengan senjata laras panjang agar mereka segera pergi dari sini.” kata seorang pemuda lain, Soekarni Kartodiwirjo sambil tersenyum.
“Jangan! Itu malah memperburuk keadaan.” kata Pak Karno.
“Lalu harus bagaimana? Membiarkan PPKI memerdekakan aset berharga mereka (Jepang)? Kami tidak sanggup menerimanya.” kata seorang pemuda lain lagi, Chaerul Shaleh.
Seorang wanita tiba-tiba muncul di saat debat memanas, sembari membawa beberapa cangkir kopi. “Silahkan diminum kopinya.” kata wanita itu tersenyum. Seluruh pemuda yang berada di kediaman Pak Karno langsung terpikat olehnya. Seperti amnesia sementara, mereka malah melupakan lawan bicara mereka, sembari melirik wanita berparas bidadari tersebut. Pak Karno hanya geleng-geleng kepala melihat situasi itu.“Dasar anak muda!” kata Pak Karno menggelengkan kepala untuk kedua kalinya.
“Ah, maaf-maaf.” kata Soekarni merapikan baju.
“Sampai mana tadi?” tanya Chaerul Saleh membenahi duduknya.
“Ehmmm… Entahlah.” kata Wikana membenarkan kacamata. Mereka bertiga bertingkah sekeren mungkin di hadapan wanita itu.
“Intinya, saya tidak bisa menerima usulan ini.” kata Pak Karno kembali ke topik.
“Jadi Bapak tetap pada pendirian Bapak?” tanya Soekarni sambil mengepalkan tangan.
“Ya!” jawab Pak Karno tegas.
“Baiklah! Kalau begitu, maaf kami telah mengganggu waktu Bapak. Kami permisi dulu!” kata Wikana pamit.
“Eh?” bingung Soekarni sambil melepas kacamatanya.
“Terimakasih dan selamat malam.” kata Chaerul sambil mengedipkan mata satu kali ke Sukarni. Sukarni pun mengerti, dan pada akhirnya Para pemuda yang lain mengikuti tindakan mereka, lalu pergi meninggalkan kediaman Pak Karno.Selagi perjalanan, dengan kekecewaan atas hasil yang mereka peroleh hari ini, mereka memutuskan untuk mengadakan perkumpulan sekali lagi. Membahas apa yang telah terjadi, dan merencanakan apa yang akan terjadi. Dari pertemuan ini, mereka menemukan sebuah ide yang cemerlang sekaligus kontroversional.
Pukul 3 pagi waktu setempat, tindak kriminal terjadi. Ir. Soekarno dan seseorang yang dianggap akrab dengan beliau, Drs. Moh. Hatta, diculik dari kediaman mereka tanpa sepengetahuan orang lain. Mereka berdua dibawa ke sebuah rumah petani bernama Djiaw Kie Song, tepatnya di Rengasdengklok, Karawang. Kejadian itu membuat kenalan Pak Karno, yaitu Achmad Soebardjo menyelidiki kasus tersebut.
“Pak Hatta! Di mana kita sekarang?” tanya Pak Karno.
“Mmmm mmm mmm!” jawab Pak Hatta. Mulut beliau ditutup oleh selembar kain, sehingga tidak sanggup bicara.
“Apakah orang Jepang yang melakukan ini? Rasanya tidak mungkin.” kata Pak Karno.
“Mmmm mm?” kata Pak Hatta.“Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, tidak mungkin mereka menambah musuh. Terlalu sulit dihadapi seandainya ketika mereka terpojok, malah menambah masalah semakin runyam.” kata Pak Karno. Entah bagaimana bisa beliau bisa mengerti perkataan Pak Hatta.
“Mmm mm mm m mmmm hmm?” tanya Pak Hatta.“Entahlah. Secara teori, jika kita menelaah lebih rinci, sepertinya anggota kaum mud-” kata Pak Karno terpotong. Suara pintu terbuka membuat Pak Karno berhenti berbicara.
“Selamat pagi! Pak Karno dan Pak Hatta. Terimakasih telah datang ke tempat kami.” kata seseorang sembari membuka pintu. Dua orang mengikutinya dari belakang. Mereka menggunakan topeng, dan salah satu dari mereka membawa senjata api.
“Secara paksa.” sela Pak Karno.
“Maaf atas kelancangan kami! Kami hanya ingin melakukan kesepakatan.” kata salah satu dari mereka.
“Mm m mmm mmm?” tanya Pak Hatta.
“Apa maksudnya? Bebaskan mulut beliau!” kata orang yang bersenjata. Dua orang dari mereka bergegas membuka penutup mulut yang dikenakan Pak Hatta.“Bah! Lepaskan kami!” teriak Pak Hatta setelah bisa berbicara.
“Tenang-tenang! Asal Bapak sepakat, kami akan bebaskan Bapak.” kata orang bersenjata itu.
“Apa maumu?” tanya Pak Karno.
“Sangat mudah. Hanya sebuah permintaan tentang hubungan dua belah pihak.” kata dia.
“Kau ingin persetujuan diplomatik?” tanya Pak Hatta menebak.
“Bukan!” jawab orang itu Menggelengkan kepala.
“Ingin uang? Jika ingin memeras kami, kau memilih orang yang salah.” kata Pak Karno.
“Bukan! Aku tidak berniat menjadi kaya dengan jalan seperti itu. Permintaanku tidak bersifat materi.” kata orang itu.
“Lalu apa? Tidak usah bertele-tele!” teriak Pak Karno.
“Baiklah! Aku hanya ingin satu hal saja. Tolong dipikirkan baik-baik.” kata orang itu sambil membuka topeng. Setelah terbuka, terbongkarlah identitas laki-laki muda tersebut. Ternyata dia adalah pemuda yang telah mendatangi kediaman Pak Karno kemarin malam. Soekarni Kartodiwirjo.Suasana hening menghampiri. Setiap orang di ruangan menunggu jawaban Soekarni. Mata mereka tertuju pada orang yang akan menjawab, Soekarni. Sepasang telinga telah disiapkan untuk mendengar ucapan yang akan keluar dari bibir Soekarni. Pikiran Pak Karno dan Pak Hatta memikirkan jawaban atas permintaan yang akan dilontarkan Soekarni. Dengan perasaan tenang dia menutup dan membuka mata perlahan, menata detak jantung dan mulai bersiap mengutarakan keinginan dia. Sampai-sampai waktu 5 menit telah berlalu untuk menunggu permintaan Soekarni.
“Kelamaan woi!” teriak Pak Hatta.
“Nikahkan aku dengan putrimu!” pinta Soekarni kepada Pak Karno.
“DITOLAK!!!” jawab Pak Karno spontan.
“Apa???” kaget Soekarni.
“Plak!” suara seseorang memukul kepala Soekarni. Kejadian itu menyita perhatian orang-orang di ruangan itu.
“Apa yang kau katakan!” teriak orang yang menjitak kepala Soekarni, Wikana. Ternyata dia salah satu orang bertopeng yang melepaskan kain pembungkam mulut Pak Hatta.
“Ta-tapi, dia sungguh cantik!” kata Soekarni.
“Ya memang cantik! Tapi jangan lakukan disaat-saat seperti ini! Momentumnya kurang pas!” teriak Wikana.“Pertama kali melihat dia, aku langsung jatuh hati! Kau tidak merasakannya?” tanya Soekarni.
“Sudahlah! Lupakan kejadian ini!” kata Wikana menghindari pertanyaan.
“Hoi-hoi!” kata Soekarni menatap Wikana sambil memajukan bibir bawah.
“Mari kita bahas permintaan kami yang sebenarnya.” kata Wikana. Pak Karno dan Pak Hatta hanya mengedipkan mata melihat kejadian tersebut.
Mata serius bersembunyi di balik kacamata Wikana. Sambil menatap tajam Pak Karno dan Pak Hatta, keteguhan hati Wikana terbaca melalui raut wajah penuh keberanian. Suasana pun mulai menegang dengan sendirinya, mendampingi keseriusan Wikana.
“Pak Hatta! Saya ingin menjadikan Bapak sebagai saksi akan apa yang saya pinta. Mohon untuk didengarkan dengan seksama dan dimengerti secara mendalam tentang apa yang akan saya utarakan.” kata Wikana. Pak Hatta hanya menatap tajam untuk merespon ucapannya.“Pak Karno! Hanya inilah satu-satunya cara agar kami tidak terjerat oleh rantai yang mengekang umat muda. Setiap insan memiliki pendapatnya pribadi dengan kebenaran yang berbeda-beda. Jadi, mohon untuk mengambil jalan tengah demi menyatukan pendapat-pendapat tersebut.” kata Wikana. Pak Karno dan Pak Hatta pun mulai sedikit terbawa oleh omongan Wikana.
“Pak Karno! Pak Hatta! Permintaan saya mungkin dangkal. Tapi, jawabannya cukup dalam bagi saya. Mohon untuk dipikirkan dengan matang sebelum nenentukan pilihan Bapak. Karena ini menyangkut emosi banyak orang.” kata Wikana.
“Jangan bertele-tele!” teriak Soekarni.
“Diam!” teriak Wikana spontan.
“Kau terlalu banyak memohon!” teriak Soekarni.
“Ini menyangkut hidup kita! Jangan anggap sepele!” teriak Wikana. Soekarni langsung terdiam karena hentakan Wikana. Dari sini, Pak Karno mulai memikirkan sepatah kata untuk menjawab permintaan Wikana.“Aku mulai! Pak Karno! Nikahkan saya dengan gadis yang ada di rumah Bapak!” kata Wikana tersenyum. Senyuman tulusnya mampu mengagetkan hati Pak Hatta dan Soekarni. Namun…
“Tidak!” kata Pak Karno dengan tatapan sinis.
“Tak!” suara kepala terjitak.
“Aw! Hei!” teriak Wikana ke orang yang menjitak dia.
“Kau sama saja!” teriak orang itu. Dia adalah salah satu orang yang telah membantu melepaskan kain yang ada di mulut Pak Hatta.
“Apanya?” tanya Wikana.
“Permintaannya!” jawab dia, Chaerul Saleh.
“Momennya tidak sama kan?” tanya Wikana mengelak.
“Sudahlah! Lupakan saja kejadian ini.” kata Chaerul Saleh.
“Mungkin kau sama saja.” kata Soekarni menyela.“Pak Karno! Pak Hatta! Mari kita bahas yang sebenarnya.” kata Chaerul.
“Huuuu!!!” kata Soekarni sambil memajukan bibir bawah. Namun, Chaerul tidak menggubris apa yang Soekarni lakukan.
“Apa kalian hanya ingin main-main?” tanya Pak Hatta.
“Tidak! Kali ini saya serius. Penculikan terhadap Bapak-bapak telah menggegerkan politisi bangsa kita. Saya tidak bisa mundur setelah membuat keributan besar ini. Permintaan saya, merdekakan bangsa kita sekarang juga!” ungkap Chaerul tegas tanpa basa-basi.
“Sekali lagi, tidak bisa!” jawab Pak Karno.
“Kita harus segera membebaskan negara kita Pak! Selagi Jepang melemah, kita perkuat negara kita dan menunjukkan pada dunia kalau negara kita telah bebas dari belenggu penjajah.” kata Chaerul Saleh.
“Tidakkah kalian berpikir kalau kalian terlalu nekat? Ingatlah! Sesuatu yang dirintis terlalu cepat akan berakhir cepat pula.” kata Pak Hatta.“Selama ini bangsa kita telah di paksa kerja dan bersifat rodi. Itu yang membuat kita merana. Bapak tidak merasa iba dengan kejadian terusan itu?” tanya Chaerul. Pak Hatta hanya diam menanggapi pertanyaan Chaerul.
“BRAKK!!” suara pintu terdobrak dengan paksa. Serontak, Soekarni dan Wikana mengangkat tangan karena menganggap para pihak keamanan telah menemukan mereka.
“Gawat!” kejut Soekarni dan Wikana.
“Soebardjo! Soebardjo! Soebardjo!” teriak orang yang mendobrak pintu sembari masuk. Dia masuk sendiri sambil berlagak bagai polisi, meski memakai pakaian biasa.
“Pak Bardjo?” kata Pak Hatta kaget.
“Serahkan sandera kalian!” teriak beliau, Pak Achmad Soebardjo sambil menodongkan senjata api.
“Jangan macam-macam!” kata Chaerul memegang pundak Pak Karno.
“Apa yang kalian lakukan? Menjauh dari Pak Karno dan Pak Hatta! Kalau tidak kalian akan terima akibatnya!” teriak Pak Achmad.
“Turunkan senjata Bapak atau akan ada yang terluka!” teriak Chaerul.“Mereka orang penting! Menjauh!” teriak Pak Achmad.
“Karena penting, aku sandera mereka! Patuhi keinginan kami agar mereka bebas!” teriak Chaerul.
“Kalian terlalu meremehkan orang tua!” teriak Pak Achmad mendekat perlahan.
“Hei! Berhenti dari sana!” teriak Chaerul mendekatkan tangannya ke leher Pak Karno, bermaksud menghentikan Pak Achmad.
“Hei kau!” teriak Pak Achmad.
“Hei!” teriak Chaerul.
“Hei!” teriak Pak Achmad lagi.
“DORRR!!” Suara letusan senjata api. Semua pun terdiam sunyi selepas tembakan terdengar. Lirikan mata mereka menyusuri orang yang telah melepas tembakan. Selagi mencari, setiap individu merasakan tubuh mereka masing-masing. Memastikan tidak ada rasa sakit. Sampai mata mereka mengubar fakta : Senjata yang dibawa Soekarni mengeluarkan asap dari ujung senjata laras api tersebut.
“Turunkan senjata kalian!” teriak Pak Achmad memecah keheningan.
“Ti-tidak bisa!” teriak Soekarni tetap mengangkat tangan.
“Hei!” teriak Pak Achmad.
“Hei!” teriak Chaerul.“Tidak bisa!” teriak Soekarni tetap mengangkat tangan. Senjata tersebut tetap menempel di perut dia karena sabuk snjata yang menyangkut di dada.
“Kalian tidak bisa ditolelir!” teriak Pak Achmad mulai membidik dan mendekat.
“Jangan beranjak!” ancam Chaerul mulai menyentuh leher Pak Karno.
“Aku tidak akan gentar!” teriak Pak Achmad semakin dekat.
“Aaaahhhh!!!” teriak Chaerul mengkakukan tangannya.
“Rasakaaan!!!” teriak Pak Achmad akan menembak. Dalam hitungan seper sekian detik, suara tembakan muncul untuk kedua kalinya. Sekali lagi, mereka semua menciptakan keheningan sembari merasakan tubuh mereka masing-masing. Memastikan kalau tubuh mereka bukanlah yang menjadi target tembakan.“Kita buat kesepakatan. Kita menciptakan naskah proklamasi hari ini, dan kita kumandangkan besok pagi di tempat umum. Kalian resek kalau sedang berisik!” kata Pak Karno mewarnai suara. Perhatian pun tertuju pada beliau. Pikiran positif bermunculan di antara mereka. Menurut pikiran para pemuda (Caerul Saleh dan kawan-kawan), proklamasi besok sudah terbilang cepat dibandingkan tidak sama sekali. Sedangkan golongan tua (Ir. Soekarno dan kawan-kawan), memenuhi impian para golongan muda merupakan tugas yang harus diemban. Sehingga pada akhirnya mereka mnerima ide tersebut dengan lapang dada.
Setelah beberapa jam berlalu, setelah naskah proklamasi terbentuk, ada sebuah permasalahan yang muncul. Tentang di mana naskah proklamasi akan disiarkan.
“Bagaimana jika di lapangan IKADA (Lapangan Monas)?” usul Pak Hatta.
“Ide bagus!” jawab Pak Karno.“Maaf! Kita tidak bisa berkumandang di sana. Salah satu teman kami mengatakan, kalau ada acara event jejepangan seperti Cosplay, musik OST Anime, seiyuu dan artis dari Jepang juga datang.” sanggah Wikana.
“Jadi dijaga ketat oleh tentara Jepang ya? Bukankah ini bagus?” tanya Soekarni.
“Bagus?” bingung Wikana.
“Kita bisa mengikuti acara tersebut, sekaligus menyatakan proklamasi. Sambil foto dengan Cosplayer juga tidak masalah.” kata Soekarni tersenyum.
“Sepertinya tidak akan berhasil jika tentara Jepang tidak mengizinkannya.” kata Pak Hatta.
“Apa itu Cosplay, Anime, dan Seiyuu?” tanya Pak Karno. Semua pun terdiam menanggapi pertanyaan beliau.
“Ha-hanya hiburan para pemuda.” jawab Wikana terlambat membuang muka.
“Sepertinya menarik.” kata Pak Karno penasaran.“Bagaimana kalau di rumah Pak Karno? Jalan Pegangsaan Timur no 56. Selagi tentara jepang sibuk dengan acara di Lapangan IKADA, kurasa ini cukup aman untuk kita.” usul Chaerul tiba-tiba datang.
“Kau dari sana?” tanya Soekarni.
“Ya. Dan di sana tidak ada satu pun pihak keamanan Jepang.” jawab Chaerul.
“Baiklah! Kita pilih tempat itu. Kita akan berangkat ke sana sekarang. Siapkan transportasi untuk kita.” kata Pak Karno.
“Baik!” jawab Chaerul meninggalkan diskusi.
“Bagaimana dengan dokumen resminya?” tanya Wikana.
“Harus diketik dan ditandatangani. Kita membutuhkan seseorang untuk pengetikan naskah proklamasi.” jawab Pak Karno.
“Saya punya kenalan yang istrinya seorang wartawan. Saya akan mencoba menawarkannya.” jawab Soekarni meninggalkan diskusi juga.
“Jangan lupa mesin ketiknya! Kita masih belum memiliki itu!” kata Wikana.
“Oke!” teriak Soekarni.“Kalau begitu, semua sudah teratur. Nanti akan menjadi hari yang bersejarah bagi negara kita, negara Indonesia.” kata Pak Karno tersenyum. Senyuman beliau mampu menyebar ke semua yang sedang mendengar beliau. Suasana tentram ini mampu menjalar ke seluruh orang yang mendengar kabar ini, sampai pada waktu yang ditentukan, hari bersejarah tiba dalam kehidupan mereka.
Jumat tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya pukul 10.00, proklamasi berkumandang. Negara Indonesia telah menyatakan bahwa mereka telah merdeka dari pihak asing. Negara yang memiliki suku, agama, ras dan budaya yang berbeda-beda telah melepaskan diri dari rantai yang mengikat kebebasan mereka. Belenggu yang menempel telah terlepas dari tubuh Negara Indonesia. Berkat kejadian ini, Jepang mengangkatkan kaki dari negara Indonesia. Kejadian ini menyulut gerakan-gerakan kemerdekaan di berbagai pulau. Salah duanya Bandung Lautan Api dan Peristiwa 10 November di Surabaya.
Other Side…“So, they (Wikana dan Kawan-kawan) thought that Fatmawati is Soekarno’s daughter? In fact, She is Soekarno’s Wife. That’s funny!” kata seorang Mayor angkatan Laut dari Jerman, Dr. Hermann Kandeler, yang berbincang melalui alat komunikasi. Sambil tertawa, dia memasuki kantor perwakilan angkatan laut Jerman karena akan mengetik sebuah berita kemerdekaan Indonesia. Ketika akan mengetik, dia menemukan dua lampir kertas di atas meja dimana dia biasanya duduk. Penasaran, dia pun mengambilnya dan mulai membaca kertas yang sedikit kekuningan tersebut. Lembar pertama bertuliskan:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ’05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta.
Mayor Herman pun tersenyum membacanya, sembari bergumam “Congratulation Indonesia!”. Lalu dia melanjutkan ke lembar kedua bercoretkan:
Bro! Gue butuh mesin ketik buat buat ngetik naskah teks Proklamasi. Ikhlas in ya Bro! Anggep aja amal buat negara. Thanks ya ^_^!Sayuti Melik.
Setelah membacanya, dia pun menoleh meja sebelahnya yang semula ada mesin ketiknya. Karena tidak ada, dia pun menghela nafas dengan menengadahkan kepala ke atas, bersiap meneriakkan sepatah kata: “SAAAYUUUTIIII!!!”
END
Cerpen Karangan: Hadi Trimulyono
Facebook: facebook.com/hadiari.upinipin
Selesai
Apa Komentarmu ?
sss